AL ASMAUL HUSNA ALLAH AL-QUDDUS
Al-Quddūs artinya Yang Maha Suci. Bersih dan suci dari segala kekurangan, kelemahan , aib dan sifat-sifat makhluk. Kesempurnaan Allah bersifat mutlak , Dia tidak ada yang menyerupai, tidak ada cacat pada-Nya. Allah Maha suci dari segala kekurangan, karena itu Allah tidak mungkin lemah, zalim, lupa apalagi mati. Allah Maha sempurna baik dalam zat, sifat maupun perbuatan. Segala ciptaan-Nya teratur dan begitu indah karena berasal dari-Nya yang Maha Suci. Tidak ada satupun yang menyerupai-Nya, karena semua makhluk memiliki kelemahan dan kekurangan, sedangkan Allah Al-Quddus tidak. Allah layak disembah satu-satunya karena kesucian dan kesempurnaan-ya, hanya Allah yang berhak disembah.
Firman Allah di
dalam QS Al-Jumuah ayat 1 :
يُسَبِّحُ لِلّٰهِ مَا فِى السَّمٰوٰتِ وَمَا
فِى الْاَرْضِ الْمَلِكِ الْقُدُّوْسِ الْعَزِيْزِ الْحَكِيْمِ
Artinya : "Apa yang di langit dan di bumi senantiasa bertasbih kepada Allah Yang Mahakudus, Mahaperkasa, Mahabijaksana."
Allah Al-Quddus tidak
membutuhkan apa pun. Dia tidak bergantung kepada makhluk, sebaliknya makhluklah
yang bergantung kepada-Nya. Dengan nama Allah Al-Quddus mengajarkan kepada kita
bahwa hanya Allah yang benar-benar suci, sehingga wajib mengagungkan-Nya dengan
tasbih ( Subhaanalllah) dan meneladani sifat
kesucian dengan menjaga hari, ucapan, dan perbuatan dari hal-hal yang buruk.
Meneladani nama Allah Al-Quddus
dalam kehidupan sehari- hari dengan cara : Pertama, Menyucikan-Nya dengan dzikir dan
doa. Banyak membaca tasbih ”Subhaanalllah( Maha Suci Allah) dan selalu
mengingat Allah yang suci dan sepurna. Kedua, menjaga kesucian diri dengan
selalu berwudhu sebelum sholat, menjaga kebersihan badan, pakaian dan
lingkungan karena Allah mencintai orang-orang yang bersuci.
Firman Allah QS
Al-Baqarah 222:
اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ التَّوَّابِيْنَ
وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِيْنَ
Artinya : Sesungguhnya
Allah menyukai orang-orang yang bertobat dan menyukai orang-orang yang
menyucikan diri.
Ketiga, meneladani nama Allah
Al-Quddus dengan menjaga kesucian hati. Menjadi pribadi yang tidak dengki, iri
hati atau membenci orang lain. Mengisi hati dengan niat baik dan ikhlas semata-mata
mengharap ridha Allah. Keempat, Menjaga ucapan dari hal yang kotor seperti
berkata kasar, menghina orang lain termasuk berdusta. Membiasakan diri berkata
yang baik, pribadi yang jujur dan bermanfaat bagi orang lain, Kelima, meneladani nama Allah Al-Quddus
dengan cara menjaga dan memelihara diri dari perbuatan dosa dan menjauhi
maksiat. Dan mebiasakan berkata yang lemah lembut. Keenam, dengan cara
mengeluarkan harta melalui zakat, infak maupun sedekah agar harta kita bersih .
Sebagai penutup
artikel ini, berikut kisah inspiratif tentang meneladani nama Allah Al-Quddus .
Imam Fudhail bin ‘Iyāḍ (w. 187 H) pada masa mudanya
dikenal sebagai perampok jalanan. Suatu malam ia ingin merampok sebuah rumah,
tetapi ia mendengar seseorang membaca ayat:
Ayat ini menusuk hatinya. Ia sadar bahwa hidupnya penuh dosa dan kotoran
maksiat. Sejak saat itu, ia bertaubat sungguh-sungguh, meninggalkan jalan
perampokan, lalu menjadi ahli ibadah dan ulama besar.
Dalam Hilyatul Auliyā’, disebutkan bahwa Fudhail sering berkata: “Seorang
mukmin lebih suka menyembunyikan amalnya sebagaimana ia menyembunyikan aibnya.”
Artinya, kesucian yang diajarkan Al-Quddūs tidak hanya lahiriah (kebersihan
fisik), tetapi juga batiniah (kesucian hati).
Meneladani Al-Quddūs bukan sekadar
menjaga pakaian dan badan tetap bersih, tetapi yang paling penting adalah menyucikan
hati dari dosa, iri, sombong, dan riya. Kisah Fudhail bin ‘Iyāḍ menunjukkan
bahwa meskipun seseorang bergelimang dosa, jika ia mau kembali kepada Allah dan
mensucikan dirinya, Allah akan mengangkat derajatnya.
Kisah
inspiratif berikutnya semoga menjadi motivasi untuk meneladani nama Allah
Al-Quddus :
Diriwayatkan dalam Ṣaḥīḥ al-Bukhārī, suatu ketika
Abu Bakar r.a. difitnah oleh sebagian orang sehingga muncul ucapan buruk
tentang keluarganya. Salah satunya adalah Mistah bin Utsāṡah, seorang kerabat
miskin yang biasa menerima nafkah dari Abu Bakar.
Ketika mendengar Mistah ikut menyebarkan fitnah, Abu
Bakar sangat sedih dan sempat berniat menghentikan bantuannya. Namun Allah menurunkan ayat:
"وَلۡيَعۡفُواْ وَلۡيَصۡفَحُوٓاْۗ أَلَا
تُحِبُّونَ أَن يَغۡفِرَ ٱللَّهُ لَكُمۡۗ"
“Hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak suka bahwa Allah
mengampunimu?” (QS. an-Nūr:
22)
Mendengar ayat ini, Abu Bakar langsung menangis. Ia
segera berkata: “Demi Allah, aku ingin Allah mengampuniku.” Sejak itu, Abu
Bakar tidak hanya kembali menafkahi Mistah, tetapi bahkan menambah kebaikan
kepadanya.
Demikian, semoga
bermanfaat.
Jakarta, 18
September 2025
Ditulis oleh :
Saepul Rahman



















